Kamis, 22 November 2012

Bustami Zainudin: Lihatlah Apa yang Anda Lakukan Hari Ini


Kegiatan Mulang Tiyuh bulan November ini dilaksanakan di Kampung Menanga Siamang Kecamatan Banjit. Sebelum membuka acara rutin bulanan ini, Bustami Zainudin menghadiri peresmian SMA Muhammadiyah di Kampung Rantau Temiang  dan melakukan kunjungan kerja ke Kampung Menanga Jaya. Sekitar pukul 14.00 Bupati Way Kanan dan rombongan tiba di Balai Kampung Menanga Siamang. Pada kesempatan ini, wartawan SMP Negeri 5 Banjit berkesempatan melakukan wawancara dengan beliau. Berikut ini adalah laporannya.

Mohon penjelasan mengenai Filosifi Mulang Tiyuh.
Mulang Tiyuh dalam bahasa daerah di Banjit berari balek dusun. Dalam bahasa Jawa berarti balik ndeso. Mulang tiyuh ini sebuah filosofi sebenarnya. Kita harus tau bahwa setiap manusia pasti akan pulang ke kampung halaman. Kampung halaman yang paling akhir adalah akhirat. Sebelum itu, kita semua kan punya kampung halaman, tanah kelahiran. Pasti akan pulang ke sana. Nah, ini yang harus kita pikirkan bagaimana semua orang bisa mulang tiyuh untuk mbangun deso. Kalau orang-orang hebat hanya mau tinggal di kota (tidak mau pulang ke desa), kapan bisa bagus kampung-kampung ini. Jadi, Orang pintar, orang yang berpendidikan, orang berilmu, orang yang punya uang kita harapkan mau memperhatikan tanah kelahirannya, yaitu Way Kanan ini, dengan  memperaiki kampung-kampung yang ada.

Lia Sapitri

Tugas mewawancarai Pak Bustami mungkin merupakan tugas terakhir bagiku sebagai wartawan sekolah. Ya, kelas IX sebentar lagi akan mengikuti program bimbel tambahan untuk menghadapi UN 2013. Pastinya kami yang kelas IX akan digantikan oleh adik kelas. Aku berusaha melakukan tugas ini dengan sebaik-baiknya. Acara dialog interaktif di tv menjadi model bagiku. Daftar pertanyaan kuhafal dan kulafalkan dengan intonasi yang baik. Pertanyaa yang disiapkan tidak banyak, hanya empat mengingat waktu sang narasumber pada acara Mulang Tiyuh tidak lama. Pertanyaan-pertanyaan itu pun selalu ada yang diganti. Pembimbing kami menginginkan supaya kami membuat pertanyaan yang memang penting. Hebatnya lagi, ada beberapa pertanyaan yang telah dijawab oleh Pak Bupati pada pidatonya. Hmm, terpaksa kami musyawarah dadakan untuk menentukan pertanyaan pengganti. Selama berwawancara, saya perhatikan bahwa Narasumber serius menanggapi pertanyaan kami. Padahal, kelelahan jelas tampak pada raut wajah beliau. Walaupun demikian, beliau tetap meladeni kami dengan penuh penghargaan. Dan penghargaan yang bisa disaksikan oleh semua hadirin adalah ketika Pak Bustami "menyawer" kami semua dengan membagi-bagi uang rp 50 ribu. Yeah, ... Terima Kasih Pak!

Nanda Ayu Lestari

Wauu ... emazing banget! Saya merasa menjadi wartawan beneran. Biasa sih beginian. Namun, tugas yang satu ini benar-benar luar biasa. Mulanya gemeter juga sih saat memfoto di depan orang buanyak. Lama-lama hilang tu... Kulihat di antara kami Lia yang paling punya tugas berat. Tapi, saya yakin dia bisa. Berkali-kali Pak Guru mengingatkan saya supaya jangan "cengar-cengir" terus. Waduh, yang gituan sudah jadi kebiasaan. Gak ada niat ketawa, eh .. ni bibir nyengir sendiri. Kelebihan kali ya :-) Apalagi ketika Pak Bustami menyawer kami dengan selembar uang 50 ribuan. Walah,kalo yang ini saya nyengir lama-lama .  Hehe ... Makasih Pak!

Siti Aminah

Ini pengalaman yang mengesankan bagi saya. Bagaimana tidak, tidak semua pelajar berkesempatan berwawancara langsung dengan orang nomor satu di daerah ini. Ini adalah momen yang "dosa" untuk disia-siakan. Hmm,,, pengennya sih saya yang menjadi juru tanya dalam wawancara itu. Namun, Pak Sukis memilih Lia. It's doesn't matter. Semua adalah penting. Keberhasilan meliput acara Mulang Tiyuh adalah keberhasilan tim,bukan perseorangan. Kami kompak dan konsen pada tugas masing-masing. Menurut orang-orang, baru sekolah kami yang punya gawe ginian. Kata guru kami ini "sengatan" intelektual. Kecil, sebentar, tapi berkesan, khususnya bagi kami. Sungguh. Yang membanggakan kami adalah Pak Bupati begitu menerima kami dengan penuh penghargaan, layaknya menerima wartawan sungguhan. Empat pertanyaan dijawab dengan serius, bahkan mau juga diminta menyanyikan lagu ciptaan Beliau. Salut deh buat The Big Boss!

Rabu, 21 November 2012

M. Rizki Ramadhan

Saya mendapat tugas merekam wawancara Lia dengan Pak Bustami Zainudin. Menurutku gak susah-susah amat. Yang penting selama berwawancara kartu SIM ku-off line-kan. Hape dicas sampek luber. Jarak alat perekam dengan Pak Bupati disesuaikan agar mendapat rekaman yang jelas. Ternyata benar, selama berwawancara semuanya lancar. Wawancara berdurasi tidak kurang dari sepuluh menit itu dapat kurekam dengan baik. Alhamdulilah....

Benny Mentiring

Biasanya saya tidak pernah takut bila mendapat tugas wawancara. Namun, kali ini saya benar-benar merasa takut. Takut gak bisa. Saya merasa tenang mana kala Pak Sukis menugasi saya sebagai fotografer. "Saya tidak berwawancara, cuma moto-moto. Pekerjaan yang enteng", pikir saya. Ternyata, saya tidak sepenuhnya benar. "Jangan asal foto. Ambil gambar yang bagus, arah harus tepat, perhatikan sudut pengambilan gambar", terang pembimbing blog sekolah. Rupanya, untuk mendapatkan hasil foto yang baik gak sembarangan. Tidak seperti perkiraanku, asal jepret!

Tes Mental Bagi Wartawan Sekolah

Kali ini tim wartawan sekolah yang terdiri atas Lia Safitri (9.B), Nanda Ayu Lestari (9.B), Siti Aminah (8.B), Benny Mentiring (8.A), dan M. Rizki Ramadhan (7.A) benar-benar akan diuji mentalnya. Mereka ditugaskan untuk mewawancarai Bupati Way Kanan yang rencananya melakukan kunjungan kerja di Kampung Menanga Siamang Kecamatan Banjit dalam porgram Mulang Tiyuh. Dalam pembelajaran, mereka biasa melakukan wawancara dengan dewan guru. Namun, narasumber yang akan mereka wawancarai sungguh membuat anak-anak ini dag dig dug. Walaupun demikian, tugas sebagai jurnalis "profesional" harus tetap dilaksanakan. Persiapan Wawancara terus dilakukan. Daftar pertanyaan telah lulus "sensor" kepala sekolah, kamera dan perekam pun telah stand by. Pembimbing blog telah membagi tugas  masing-masing. Lia menjadi pewawancara, Siti dan Rizki kebagian jadi tukang rekam, sedangkan Nanda dan Benny mendapat tugas sebagai fotografer.